Teknis Kepenulisan Karya Sastra

12/02/2011 04:50:00 PM
oleh Suryatna Pamungkas di Indonesian Writer University

Seringkali penulis pemula seenaknya saja menulis, tak peduli di dalam bahasa ada yang disebut sistem ejaan. Alasannya pun macam-macam, ada yang benar-benar tidak tahu, ada yang sengaja karena menganggap tulisannya akan melalui editor terlebih dahulu, ada juga yang tidak mau tahu. Yang terakhir ini nih yang berbahaya, masa ingin menjadi penulis bestseller kok tidak mau tahu hal yang sifatnya paling teknis dalam menulis. Benar sekali, sesuatu yang sangat teknis seperti ini justru harus menjadi poin perhatian yang utama bagi para penulis, sebelum menghadapi tantangan-tantangan lain, yang tentunya lebih besar dan sulit.


Kan ada editor? Haduh, haduh, jaman millennium ketiga begini masih menyerahkan yang sangat teknis kepada editor? Hmmm, pantas saja naskah kita selalu dikembalikan, atau masuk tong sampah sang redaktur. Maklum, di belakang kita, penulis-penulis lain yang tidak kalah hebat telah siap menggeser naskah kita dari redaktur. Nah lho!


Benar sekali Kawan, sangat sederhana, ini sangat sederhana, baru menyoal penulisan. Ibarat kata, ini adalah langkah awal untuk menuju medan perang yang sesungguhnya. Jadi, tolong dipersiapkan dengan sebaik mungkin agar tidak mengganggu langkah selanjutnya.


Berbicara ejaan, istilah yang langsung nyangkut di kepala kita adalah EYD atau Ejaan Yang Disempurnakan. Setelah melalui perubahan berkali-kali, akhirnya Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, untuk kali pertamanya.
Mengutip pendapat dari salah satu ahli bahasa di Indonesia, Gorys Keraf, bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa memiliki aturan-aturan yang sifatnya konvensional.



Tentu saja tujuannya agar seluruh masyarakat bahasa di suatu tempat tertentu dapat memahami makna yang disampaikan. Sehingga mau tak mau kita yang sudah mengaku berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu, yakni Indonesia, harus patuh kepada sistem ejaan yang ada di dalam bahasa Indonesia.


Tentu saja tidak semua aturan dalam Eyd itu disuguhkan di sini. Berikut ini beberapa aturan Eyd yang penting diperhatikan karena kemunculannya dalam menulis fiksi memanglah begitu dominan. Diharapkan dengan memahami konsep dasar ini, minimal kita sudah mengantongi satu nilai aman: melangkah satu langkah sebagai penulis profesional.

1)      TANDA KOMA
a)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:
-       O, begitu?
-       Wah, bukan main!
-       Hati-hati, ya, nanti jatuh.
b)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
-       Kata ibu “Saya gembira sekali.”
-       “Saya gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus.”
c)      Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya:
-       Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
-       Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
-       Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

2)      TANDA PETIK
a)    Tanda petik mengapit petikan langsung. Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
b)    Ketika kalimat dalam tanda petik diakhiri tanda seru atau tanda tanya, maka tidak perlu lagi ada tanda titik atau koma. Misalnya:
-       “Pergi kamu dari sini!,” pekikku mengusir Dion, “dasar laki-laki tidak tahu diri!.” (salah)
-       “Pergi kamu dari sini!” pekikku mengusir Dion, “dasar laki-laki tidak tahu diri!” (benar)
c)    Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengkhiri petikan langsung. Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.” (benar)
Kata Tono, “Saya juga minta satu”. (salah)
Bedakan dengan poin (d) berikut ini
d)    Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
-       Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.
-       Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.


3)      TANDA PETIK TUNGGAL
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
-       Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
-       “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.

Tambahan lagi:
1)      Setiap setelah tanda baca harus ada spasi, kecuali tanda petik awal.
      Jadi, kalimat “ Saya memenangi lomba kepenulisan di IWU.” salah karena setelah  
      petik awal diberi spasi.
2)      Semua tanda baca pengakhir kalimat (titik, tanda seru, dan tanda tanya) yang terdapat dalam kalimat ujaran, harus diletakan sebelum tanda petik akhir bukan setelah petik akhir. Misalnya:
-       “Pergi sekarang juga, Chiko”! (salah)
-       “Pergi sekarang juga, Chiko!” (benar)
-       “Tiba-tiba aku kangen sama Floretta”. (salah)
-       “Tiba-tiba aku kangen sama Floretta.” (benar)
3)       Tanda koma juga dipakai untuk menyapa seseorang dalam dialog. Misalnya:
-       “Kamu ikut lomba dari IWU Don?” (salah)
-       “Kamu ikut lomba dari IWU, Don?” (benar)


4) SOAL HURUF KAPITAL    

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
- “Kapan Bapak Berangkat?” tanya Harto.
- Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
- Surat Saudara sudah saya terima.
- “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok.
- Besok Paman akan datang.
- Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
- Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.


Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
- Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
- Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
- Sudahkah Anda tahu?
- Surat Anda telah kami terima.


PEMAKAIAN HURUF KAPITAL UNTUK NAMA DIRI:

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.


Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
- Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
- Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.


Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere


Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan


Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.


Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia


Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon


      Demikian tadi aturan dalam Eyd yang mau tak mau harus kita patuhi, jika memang goal kita menjadi penulis profesional. Namun perlu dipahami bahwa sastra merupakan karya seni yang memiliki independensi yang tidak bisa diganggu gugat, tidak kaku seperti bahasa-bahasa formal di sekolah-sekolah atau instansi-instansi tertentu. Tapi setidaknya, aturan yang sangat dasar tersebut harus mau kita patuhi. Abaikan tulisan ini jika Anda sudah merasa tahu, atau menganggap bahasa dalam sastra merdeka semerdeka-merdekanya.

salam karya,

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Penulisan markup di komentar
  • Untuk penulisan huruf bold gunakan <strong></strong> atau <b></b>.
  • Untuk penulisan huruf italic gunakan <em></em> atau <i></i>.
  • Untuk penulisan huruf underline gunakan <u></u>.
  • Untuk penulisan huruf strikethrought gunakan <strike></strike>.
  • Untuk penulisan kode HTML gunakan <code></code> atau <pre></pre> atau <pre><code></code></pre>, dan silakan parse kode pada kotak parser di bawah ini.

No comments

Silakan komentarnya untuk kemajuan blog ini.
Tapi jangan spam ya :)